Pertama-tama
saya mengucapkan terima kasih kepada Santika Tour yang menyelenggarakan program
ZIAREK (Ziarah & Rekreasi) untuk umat paroki Santa Klara Bekasi. Saya
mengenal nama Santika Tour dari brosur yang dibawa oleh Mama saya dari Kapel
Asri pada tahun 2011. Saat itu orang tua saya sedang berlibur di Bekasi dengan
saya. Saya sedang bingung, mau mengajak beliau berdua ke mana lagi setelah
beberapa kali ke Jakarta. Rasanya semua tempat bersejarah di Jakarta sudah
dikunjungi. Tiba-tiba ada brosur dari Santika Tour yang menawarkan perjalanan
rohani ke Jawa selama 4 hari dengan biaya yang sangat murah, saya langsung
mendaftarkan kedua orang tua saya untuk mengikutinya. Dengan biaya Rp 650.000
bisa berkeliling Jawa, membuat saya agak kurang percaya. Saya lalu menghubungi
Pak Toni (salah satu panitia ziarek) menanyakan kepastian harga tersebut,
ternyata benar. Saya berpikir, inilah tempat yang cocok untuk kedua orang tua
saya kunjungi di masa tuanya. Jika ke Lourdes, dll di luar negeri saya belum
sanggup membiayai mereka, di Indonesia saja dululah.
Sebulan mempersiapkan diri,
terutama stamina, akhirnya pada tanggal 27 Mei 2011 berangkatlah mereka dengan
rombongan menuju Jawa. Saya dan suami mengantar sampai di tempat berkumpulnya
peserta tour. Saya melepas keberangkatan kedua orang tua dengan bahagia karena
perjalanan rohani mereka kali itu adalah yang pertama kali dalam hidup mereka.
Saya tidak khawatir karena saya percaya panitia sangat siap untuk mendampingi
para lansia itu. Saat itu ayah saya berusia 74 tahun dan mama usia 70 tahun.
Perjalanan selama lima hari pasti melelahkan bagi orang lansia, namun kedua
orang tua saya menikmatinya dengan penuh sukacita, terutama mama. Ayah saya,
walaupun dengan keadaannya yang mabuk dan muntah sepanjang perjalanan namun
tetap semangat hingga kembali ke Bekasi. Dari foto-foto yang diambil oleh Pak
Toni (saya menitip kamera), saya melihat wajah kedua orang tua saya sangat
bahagia mengikuti acara ziarek. Mereka tak putus-putus bersyukur, ada Santika
Tour yang mengantar mereka berkeliling ke tempat ziarah Katolik di Jawa. “Mama,
walaupun saya punya uang tetapi kalau tidak ada Santika Tour yang punya program
seperti ini juga tidak mungkin berdua bisa jalan-jalan to ?” kata saya.
Artinya, Santika Tour punya ‘nilai dan kenangan ‘ tersendiri dalam lembar
kehidupan rohani keluarga saya, terutama orang tua saya yang jauh-jauh dari
Flores dan mendapat berkat dari Santika Tour.
April 2012 saya dan suami sempat
berencana akan mengajak orang tua untuk ziarah ke Gua Maria Padang Bulan di
Lampung jika liburan sekolah nanti. Tapi entah liburan tahun berapa belum pasti
karena belum tentu orang tua mau ke Jakarta lagi (di sana sibuk dengan cucu).
Bulan Juni Mama ke Jakarta untuk beristirahat karena gangguan sulit tidur.
Mungkin sudah berjodoh dengan Santika Tour, mama dapat lagi brosur di kapel
Asri untuk ziarek ke Lampung dengan biaya yang sama, yaitu Rp 650.000,00.
Dengan ‘amat sangat’ bahagia saya mengajak ayah saya untuk ikut, tetapi rupanya
ayah saya ‘kapok’ dengan mabuk perjalanan yang menurut beliau hanya merepotkan
orang lain saja. Akhirnya saya mendaftarkan satu kursi untuk mama karena
tanggal keberangkatan 25 Oktober itu belum libur. Awalnya saya agak khawatir
karena melepaskan mama berangkat sendiri. Saya lalu meminta mama berdoa, mohon
supaya waktu bisa diundurkan agar saya dapat menemani mama ke Lampung. Doa
orang benar, besar kuasanya. Tiba-tiba saya mendapat sms dari panitia ziarek
mengabari bahwa ziarek diundur ke tanggal 26 Oktober, pukul 04.00. Dengan
sukacita mama memeluk saya dan mengatakan, semua sudah diatur oleh Tuhan. Bukannya
saya tidak percaya dengan panitia atau teman seperjalanan, tetapi alangkah
tenang dan nyaman jika saya sendiri yang mendampingi mama, dan Tuhan
mengabulkan itu.
Tanggal 26 Oktober 2012, pukul
03.30 kami berkumpul di tempat yang sudah ditentukan panitia, lalu pukul 04.30
rombongan kami berangkat dari Bekasi menuju Merak. Setelah doa, semuanya
melanjutkan tidur yang sempat terpotong karena harus bangun subuh. Pukul 06.00 kami tiba di Pelabuhan
Merak. Karena jalanan sepi, perjalanan kami sangat lancar. Di pelabuhan pun
tidak banyak kendaraan yang antri sehingga kami tidak terlalu lama menunggu.
Dua jam perjalanan di atas kapal ferry, saya dan mama memilih tempat di ruang
VIP agar mama dapat tidur dengan nyaman. Pukul 08.30 kami tiba di Pelabuhan
Bakauheni, dan langsung melanjutkan perjalanan menuju Way Kambas. Di Way
Kambas, walaupun udaranya sangat panas, mama menikmatinya dengan senang. Kami
tidak menyaksikan atraksi gajah tetapi sempat foto bersama gajah. Maklumlah, di
Flores tak ada gajah. Kalau gading memang ada dalam urusan adat di Flores,
tetapi rupa gajahnya ya…ada dalam foto. Dari Way Kambas kami menuju Gua Maria
Pajar Mataram. Kesan terindah yang membekas di lidah saya adalah enaknya ayam
goreng Way Kambas. Saya menghabiskan 2 potong ayam goreng yang menurut saya,
itulah ayam goreng terenak di dunia. Hahahaha….ayam kampung Way Kambas memang seng ada lawan. Perjalanan ke dan dari
Way Kambas menuju Pajar Mataram memang membuat kita sport jantung. Bersyukur, sopir bus kami itu benar-benar lincah dan
hebat. Jalan yang kurang mulus itu membuat kami serasa dininabobokan sehingga
lebih banyak tidur…. Bus yang nyaman, lengkap dengan kursi pijat, seperti tidak
merasa sedang dalam perjalanan jauh yang melelahkan. Musik jadul dengan
lagu-lagu mendayu, mengantar mimpi semua penumpang bus. Kami hanya terjaga di
saat jam doa dan makan. Pukul 06.00 dan pukul 12.00 doa Angelus, pukul 15.00
doa Koronka. Pukul 16.00 kami tiba di Susteran Pajar Mataram, lalu menuju Gua
Maria Pajar Mataram. Gua ini berada di ujung kampung. Saya kagum dengan
toleransi antar warga di kampung ini. Bagaimana tidak, ada sebuah tugu
perhentian jalan salib (perhentian ke-3) itu tepat di sudut rumah seorang haji
di kampung itu. Indah dan damainya. Kami berdoa bersama di gua, lalu pukul
18.00 melanjutkan perjalanan menuju penginapan di Wisma Albertus Tanjung
Karang. Suster Alfonsa dan Ibu Mamiek sudah menunggu kedatangan kami dengan
suguhan makan malam dan minuman jahe hangat. Malam pertama dilalui dengan indah
dan bahagia.
Tanggal 27 Oktober 2012, pukul
08.00 rombongan kami menuju Pringsewu. Hari ini kami akan berziarah ke Gua
Maria Padang Bulan dan makam para pastor dan biarawan-biarawati di Pringsewu.
Perjalanan dua setengah jam tidak terasa karena kami terlelap dalam tidur. Tiba
di rumah ret-ret Laverna Pringsewu, kami sempat berbelanja benda-benda rohani
sebelum menuju gua Maria. Dari rumah ret-ret Laverna menuju gua Maria kami
berarak dalam ‘Jalan Salib’ dengan khusuk dan hikmat. Teriknya matahari justru
menambah kekhusukan kami berdoa. Inilah jalan salib kehidupan. Gua Maria Padang
Bulan memang bagus…. Dari Laverna, kami menuju makam para pastor dan
biarawan/wati. Di sana ada makam uskup Pringsewu pertama yang konon walaupun
sudah berapa puluh tahun meninggal, ketika dipindahkan ke pemakaman baru itu,
tubuhnya masih utuh. Wow…. Pukul 13.00 kami makan siang di susteran Fransiskan
dengan menu ala Jawa yang menggoyang lidah. Kemudia perjalanan dilanjutkan ke tempat
belanja oleh-oleh di Tanjung Karang. Toko Yen-yen pun diserbu, ternyata isinya
ya tak jauh-jauh dari krupuk dan kripik. Puas berbelanja, rombongan kembali ke
penginapan. Malam ini kami habiskan waktu dengan ‘sharing pengalaman iman’.
Tanggal 28 Oktober 2012, pukul
06.30 kami mengikuti misa di Gereja Katedral Kristus Raja Tanjung Karang.
Rasanya agung dan hikmat berada di dalam gereja tersebut, membayangkan….kapan
kita punya gedung gereja seperti itu. Salah satu ujud doa rombongan kami dalam
ziarek ini mohon dilancarkan permohonan izin pembangunan gereja Santa Klara.
Pukul 09.00, setelah sarapan, kami meninggalkan Wisma Albertus menuju pantai
Pasir Putih. Setelah menikmati sejuknya angin laut, pukul 11.00 kami
melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan Bakauhaeni. Pukul 15.00 bus kami masuk
ke kapal ferry. Padatnya penumpang dan panasnya udara tidak membuat kami letih.
Mama tetap semangat menikmati perjalanan. Pukul 17.30 kami tiba di pelabuhan
Merak. Rombogan kembali ke bus dan melaju menuju Bekasi. Pukul 20.00 kami tiba
di Bekasi. Terima kasih Tuhan, untuk semuanya….
Ada satu kejadian lucu, kopor
saya dan mama ‘terbawa’ salah seorang dari rombongan kami. Cek ke sana ke mari,
belum juga ketemu. Lalu saya punya ide untuk membuka tas yang tertinggal itu untuk
melihat isi tas, mencocokkan baju yang pernah dipakai dengan foto-foto yang ada
dalam kamera saya. Dan….berhasil ! Ternyata kopor kami dibawa oleh Ibu Esti
yang warna tasnya mirip dengan warna kopor kami. Dengan sigap, panitia langsung
mengambil kopor kami di rumah Ibu Esti yang ternyata belum sadar bahwa tasnya tertukar. Terima kasih kepada panitia
ziarek ; Bapak Sahid, Bapak Paulus, Bapak Wiyono, Ibu Fransiska Sutini, Bapak
Robert. Tuhan memberkati kita semua !