Kamis, 07 Februari 2013

Kesan Terakhir dengan BATAVIA

Catatan Mendebarkan di Akhir Tahun (22 Desember 2012)

“Tuhan, kalau Kau bisa menggerakkan hati Bento Tonda untuk bertemu dengan kami di bandara, Engkau pasti bisa menggerakkan hati pegawai Batavia untuk menunggu kami juga.”
Itu kalimat doa yang saya daraskan sepanjang perjalanan dari Bekasi menuju bandara Soeta pada hari  Sabtu,22 Desember 2012, hari yang sesuai jadwal tiket keberangkatan kami sekeluarga berlibur ke Flores melalui Kupang. Kakak Ars Paso yang akan mengantar kami datang dari Cijantung pukul 09.00, dan terjebak macet di jalan tol ke arah Cikampek, begitu keluar dari tol Cikunir menuju Bekasi Barat. Khawatir semakin parah, Kk Ars berbelok masuk tol Cakung agar masuk via Aqua Harapan Indah. Ternyata, macet parah juga sebelum ke Babelan sampai arah Perumahan Taman Kebalen Indah, rumah kami. Tiba di rumah pukul 12.00, padahal rencananya kami akan berangkat dari rumah pukul 11.00. Setelah mengatur semuanya, kami keluar dari rumah pukul 12.30. Puji Tuhan, depan gerbang dan seterusnya sudah lancar. Untuk menghindari kemacetan parah yang sering terjadi pada setiap hari Sabtu di sekitar stasiun Bekasi, kami memutuskan untuk jalan lewat arah Bulak Kapal. Lumayan lancar…tapi begitu masuk RS Bella, alamak….antrian mobil panjang….namun masih merayap. Kami ambil lurus terus…oh mya God, ini lebih parah lagi, sempat berhenti total sekitar 15 menit. Waktu terus berjalan dengan cepat. Oma tiba-tiba mual dan muntah-muntah. Saya mulai cemas…lalu membaca lagi sms dari Bento Tonda.
Poa Mama Almira. Ai berangkat dari terminal brapa ne wai so’o Tanta ? Bento Tonda
Batavia terminal berapa e ?
1 C brarti
Kenapa, ada titipan ko ?
Ok Tanta, napa ketemu di bandara. Mo titip HP tii odo ka’e dan juga titipan untuk Oma dari Kae Valens.
Molo
Tanta e, katanya Batavia di terminal keberangkatan 1 C
Mungkin ema, kami baru mau jalan nih
Ok molo, sampe ketemu

Tiba-tiba sms masuk lagi dari Bento.
Benar di terminal 1 C tanta. Jao sudah di sini (13.38)

Hah ? Bento sudah sampai bandara ? Dia yang nitip sesuatu aja sudah sampai bandara. Posisi kami masih sekitar Bekasi. Saya lalu meminta tolong Bento untuk menanyakan batas waktu check in pada pegawai Batavia melalui telpon.
Chek in sampai jam 2.30

Karena kami sudah masuk tol barat, saya membalas sms, sepertinya bisa dikejar. Tiba-tiba hujan lebat disertai angin. Tapi Kk Ars memang jago. Lancar…sampai pintu tol Halim, sedikit macet… lalu Ars tembak lagi…
Kalo ada no K Robert Epe coba Tanya sekarang harga tiket (14.21)

Sms itu masuk karena waktu sudah mepet, dan pegawai Batavia menanyakan keputusan pada Bento, mau batal atau bagaimana ? Komunikasi terus berjalan antara saya dan Bento tentang pilihan lain, jika dialihkan ke orang lain, uang akan dikembalikan utuh, tetapi kami boleh memilih terbang dengan Batavia pukul 06.00 pada hari Minggu dengan penambahan biaya 5 juta 200 ribu untuk berempat. Ampun DJ…. Saya tetap belum memberi keputusan. Mobil terus melaju dengan cepat…dan sudah masuk tol bandara. Bento terus kontak…
Waktu mepet…saya minta suami bicara dengan salah seorang  pegawai Batavia, karena saya mau “berteriak dalam hati pada Tuhan”.
TUHAN, kalau Kau bisa menggerakkan hati Bento untuk bertemu kami di bandara, Kau pasti bisa menggerakkan hati pegawai Batavia untuk menunggu kami.” Dan…. kami akan ditunggu sampai pukul 15.00, lalu dia membantu check in terlebih dahulu. Puji Tuhan….

Pukul 14.47 masuk gerbang bandara….dan tiba di terminal 1 C pukul 14.50. Bento sudah menanti kami dengan wajah tegang, kami pun demikian. Suami langsung ke kantor Batavia, Ars dan Bento membantu saya mengeluarkan barang dari mobil. Begitu sudah rapi di troly, mereka berdua segera pamit pulang karena mobil tak boleh parkir lama.
Pukul 15.00 kami berempat masuk, mengurus bagasi, boarding pass dan pukul 15.15 menuju pintu 7C tujuan Surabaya – Kupang.   Di ruang tunggu sudah sepi. Kami langsung ke pintu menuju pesawat. Di luar hujan lebat sekali. Kami sempat salah masuk pintu untuk masuk pesawat Batavia sebelumnya yang sudah ditarik tangganya oleh petugas. Tanpa pikir panjang karena panik, saya langsung teriak dari atas….”Mas….Batavia !” sambil tunjuk kearah pesawat Batavia. Mas-nya balik tunjuk ke arah tempat sebelahnya.  Begitu kami keluar, ampun….semua penumpang masih berbaris antri menunggu bis menuju pesawat. Saya jadi malu ingat gaya saya teriak macam di Kopaja 16, suruh kenek berhenti. Suami saya akhirnya bisa tertawa lepas mengulang konyolnya saya berteriak minta nyeberang ke pesawat. Hahahaha….”Mama, mama, kayak di Kopaja aja.” Untung hanya kami berempat e….

Karena hujan masih deras, pesawat baru lepas landas pada pukul 16.20. Dan itulah sebetulnya waktu yang menurut tiket awal. Perjalanan lancar, tiba di Surrabaya pukul 17.00, lalu pukul 18.00 menuju Kupang. Kami tiba dengan selamat di Kupang pada pukul 20.00 wib atau pukul 21.00 witeng.

Terima kasih Tuhan, Kau sudah menggerakkan hati Bung Valens Dakiso’o untuk menyuruh adiknya Bento Tonda mengantarkan  titipan untuk Oma.  Kau sudah menggerakkan hati Bento Tonda untuk menuruti  perintah abangnya menunggu kami di bandara. Kau sudah menggerakkan hati pegawai Batavia untuk membantu kami. Kau sudah membimbing Ars mengantar kami ke bandara dengan cara yang sangat memukau. Terima kasih Tuhan…. untuk semuanya. Dan kalimat sakti Oma yang tak akan pernah saya lupa, SEMUA SUDAH DIATUR OLEH TUHAN

Catatan Lama

INDAHNYA MEMAAFKAN  (27 Januari 2006)
Mendampingi murid-murid berdiskusi tentang pembuatan film untuk tugas pelajaran Bahasa Indonesia, kami memilih tempat di perpustakaan. Sambil mengawasi, saya membaca koran Kompas. Begitu melihat ke arah meja komputer, ada tiga anak kecil murid TK yang sedang mengutak-atik membuka internet. Saya tertarik pada anak laki-laki yang montok, memakai baju dan celana loreng. Saya dekati dan mencubit gemas pipinya.
“Siapa namanya ?”
“Maximus, Bu !” jawabnya.
“Kalau yang ini namanya siapa ?” sambil menunjuk pada anak perempuan berbaju pink yang rambutnya dipintal kecil-kecil.
“Marvelia, Bu !” jawab Maximus sambil terus mengutak-atik komputer.
“Yang satu lagi ini siapa namanya ?”
“Imelda, Bu !”
Wow, keren-keren namanya.

Mereka masih sibuk dengan komputer, ingin membuka internet. Karena saya tahu bahwa internet di perpustakaan sudah diblokir, maka saya menjelaskan pada mereka sambil membelai-belai rambut Imelda.
“Imelda adiknya ya ?” tanya saya pada Maximus.
“Bukan, itu temannya. Aku adiknya Maximus. Kami kembaran,” jelas Marvelia.
“Ouw, mana wajahnya coba Ibu lihat,” sambil memandang wajah Maximus dan Marvelia. Memang sangat mirip, dan sama montoknya pula.

Mereka masih terus berebutan komputer, saya kembali duduk. Lima menit kemudian saya melihat Marvelia mencubit pipi Imelda. Imelda membalas mencubit pipi Marvelia. Makin lama gerakan mereka makin cepat, lalu Marvelia menarik kuping Imelda. Maximus hanya melihat saja. Saya lalu mendekati mereka bertiga.
“Kenapa dedenya dicubit ?”
“Dedenya nakal, Bu. Pipi aku dicubit ampe merah,” jelas Marvelia.
Sambil mengelus pipi Marvelia saya melerai, lalu mengajak mereka membaca buku saja. Bertiga pun pindah ke meja khusus TK, duduk manis sambil membuka-buka buku.
“Jangan berantem lagi ya, Sayang,“ pesan saya, lalu kembali membaca sambil terus mengawasi mereka, khawatir berantem lagi.
“Cici harus minta maaf sama dede”, kata Imelda.
Marvelia masih terus membuka-buka buku, sedangkan Maximus setia duduk di samping Imelda, menatap Marvelia.
“Cici harus minta maaf sama dede dulu,” ulang Imelda.

Saya tertarik dan memperhatikan mereka lagi. Marvelia lalu berdiri dan menyalami Imelda sambil memeluknya. Adegan yang membuat saya terharu. Saya melihat mereka seperti menjadi GURU bagi saya dan orang dewasa lainnya.
Indahnya saling memaafkan. Rasa itu harus ditanamkan sejak anak kita masih kecil. Berbahagia sekali Imelda yang mempunyai hati untuk memaafkan, dan Marvelia yang mempunyai jiwa besar untuk meminta maaf.

27 Januari 2006
Semua orang pasti rindu akan rumah, karena di sanalah tempat keluarga berkumpul. Seperti lagu “Rumah Kita”, walau beralaskan tanah, beratap jerami, namun selalu membuat orang merasa berat untuk berpisah dengan rumahnya, istananya.
Setiap hari saya selalu merindukan segera pulang ke rumah. Ada putri mungil kami yang sudah menanti kepulangan papa dan mamanya. Bertemu dengan suami di terminal Bekasi, lalu bersama pulang. Hari-hari penuh cinta dan kerinduan.
“Tahu gak Ma, waktu baca tulisan Mama di kertas kotak makanan tadi Papa langsung kenyang,” cerita suamiku sambil memelukku.
“Haah, berarti Papa jadi gak ada napsu makan dong. Jadi eneg, gitu ya ?”
“Nggak. Papa senang dan bahagia. Ide dari mana kok Mama pake nulis pesan begitu ?”
“Iseng aja, biar surprise.”
Suamiku semakin erat memeluk. Apa tulisanku di kotak makanannya ?
“MAKANAN PENUH CINTA”