Jumat, 05 Desember 2008

Tentang IBU...


Kau mengerjakan semua tugas sehari-hari
Dan membuatku merasa menjadi seorang yang sangat istimewa bagimu.
Apapun yang terjadi dalam hidupmu, aku tahu
Karena kau, aku jadi berarti …


Ibuku, Rossa da Lima Sina, dan biasa disapa Ibu Ross oleh semua yang mengenalnya. Sama seperti ayah, ibuku juga asli dari Rendu, tepatnya Jawakisa (sekarang kecamatan Aesesa Selatan). Ibuku terlahir sebagai anak kedua –putri pertama- dari tujuh bersaudara pasangan Kakek Petrus Sina dan Nenek Maria Dhuge. Kakak sulungnya Anton Agustinus Rossina, dan adik-adiknya Sisilia Sina, Yosef Onse Aloysius Sina (alm), Fransiskus Agustinus Sina, Ambrosius Agustinus Sina, dan Vincent Herman Rossina Mosafoa (alm). Kakekku seorang petani, tetapi karena selalu membantu pastor mengajarkan agama Katolik di kampung Jawakisa dan Rendu umumnya sehingga orang mengenalnya sebagai guru agama. Nenekku juga petani tetapi berpendidikan, sekolah di SRK Todabelu (sekarang SMPK Kartini) hingga kelas V. Keburu dilamar oleh sang guru agama, tidak sampai tamat, harus pulang kampung untuk menikah. Karena latar belakang kedua orang tuanya berpendidikan maka tak heran bila ibuku dan saudara-saudaranya semua bersekolah.

15 Agustus 1941, ibuku dilahirkan. Masa kecil ibu banyak diceritakan lagi padaku. Nenek merawat putri pertamanya ekstra perhatian karena sering sakit dan bertubuh ringkih. Tidak seperti ayah yang harus melewati perjalanan panjang ke sekolah, ibu dengan mudah ke sekolah karena jarak rumah dan sekolah hanya beberapa meter. Mungkin melihat ayahnya yang sering masuk keluar kampung mengajarkan agama Katolik, membantu pastor mempersiapkan orang yang akan dibaptis, timbullah motivasinya untuk menjadi guru.

Lulus SRK (kelas III) di SDK Rendu, ibu melanjutkan kelas IV – VI di SRK Todabelu III (sekarang SMPK Kartini) milik susteran SSpS Mataloko yang khusus untuk anak-anak perempuan. Ibu tinggal di asrama, diasuh dan dibimbing oleh para suster Belanda yang penuh disiplin. Makan nasi tak boleh ada sisanya di piring. Ibu tak pernah habiskan sepiring nasi yang sudah ditakarkan sehingga sering dihukum oleh Suster Domitilla. Untuk mengenangnya, adikku yang kedua diberi nama Domitilla. Ternyata nama itu memberi dampak kurang bagus pada Tilla, kalau makan selalu tidak bisa dihabiskan. Habis, kasih nama karena mengenang luka batin sih. Nama anak adalah doa dan harapan orang tuanya.

Tiga tahun di asrama, ibu jarang pulang ke kampungnya karena jauh dan harus berjalan kaki berhari-hari. Oleh karena itu ibu lebih banyak berlibur di rumah sahabat ibunya di Pagonage, Nenek Nyora Lena, yang putri-putrinya juga seasrama dengan ibuku, yaitu Mama Eci, Mama Since, Tanta Mince, Tanta Retha, Tanta Selvi, Tanta Walde. Hubungan mereka dengan ibuku sudah seperti saudara sendiri.

Setamatnya dari Mataloko, ibu melanjutkan ke SGB Jopu, sekolah guru khusus putri di kabupaten Ende . Jaraknya lebih jauh lagi dari Rendu, harus ditempuh berjalan kaki selama satu minggu. Dengan kondisi fisik yang kecil, kurus, dan hanya diantar oleh teman ayahnya, ibu nekat untuk tetap melanjutkan sekolah di Jopu. Pepatah mengatakan, berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Akhirnya ibu berhasil lulus menjadi guru, dan satu-satunya perempuan Rendu yang pertama menjadi guru saat itu. Ada beberapa temannya yang selalu diperkenalkan pada kami anak-anaknya melalui cerita, Mama Melda Nage, Mama Metha Wula, Mama Thres Billy, Mama Maria Owa. Dan guru idola ibuku yang selalu dikunjunginya jika ke Bajawa yaitu Mama Lin.

Lulus dari SGB, ibu mengajar di SDK Rendu sebagai tenaga honorer. Pengangkatan pertama sebagai PNS ditempatkan di SDK Wudu. Atas perjodohan dan persetujuan keluarga besar, ibuku menikah dengan pemuda dari Segho bernama Theodorus Samu, yang juga teman sekolahnya dulu. Setelah menikah keduanya pindah mengajar di SDK Lape – Malagase. Rupanya mereka memang berjodoh !

RIWAYAT MENGAJAR :
• SDK Rendu Jawakisa : 1 November 1959 - Juni 1967
• SDK Wudu : Juni 1967 - Juni 1969
• SDK Lape : Juni 1969 – 1 November 1988
• SDI Butata Segho : 5 November 1988 – 4 Oktober 1998
• SDK Rendu Jawakisa : 7 Oktober 1998 – 1 Januari 2001

Tidak ada komentar: